top of page
chapter4-1.png

ID

Chapter 4: Steigen

"Tapi kakak hanya ingin berpesan satu hal. Jangan pernah sesali keputusanmu. Kamu… kamu sudah dewasa, kamu harus bisa bertanggung jawab atas keputusanmu itu.”

Hanya ada beberapa serangan Androsaur yang lebih lemah selama seminggu semenjak Sid menjadi Stegoorange. Beberapa kali Sid menantang Eric dan kawan-kawan untuk bertarung melawannya, dan beberapa kali juga mereka menang melawannya. Di lain sisi, Winnie juga tampak lebih terbuka dengan semua orang kecuali Petra, yang jarang berinteraksi dengannya karena dia sibuk dengan pekerjaannya dan canggung bila harus berbicara dengan Winnie. Beberapa kali dia melihat Winnie dengan santainya bersendagurau dengan Dan sementara dia masih harus bekerja dengan komputernya. Hal itu semakin lama membuatnya berpikir, apakah suatu hari Dan akan merebut Winnie dari dirinya?

​

Hari itu Sir Owen datang dari sekolah bersama Eric, Alvin, dan Grace. Sir Owen membelikan mereka semua pizza untuk hari itu.

​

“Kerja bagus semuanya, kalian sudah bertambah kuat saja. Aku harap dengan ini kita bisa mewujudkan tujuan kita semua,” kata Sir Owen sambil menurunkan kotak-kotak pizza itu.

 

Semua nampak tergiur dengan hidangan di hadapan mereka, kecuali Petra yang tetap di dalam ruangannya untuk mempelajari lebih lanjut mengenai Genoranger dan juga para Androsaur, dia pun mempertanyakan “dari mana asal monster-monster ini” kepada dirinya sendiri.

 

Ia pun memperhatikan rekaman-rekaman drone miliknya. Bagaimana bisa Androsaur selalu muncul entah dari mana tanpa disadari? Tidak ada satupun dari rekaman itu yang memiliki jawabannya. Dia lalu melihat data-data pertarungan para ranger. Tiba-tiba pintu ruangannya pun diketuk, mengejutkan Petra.

 

“Iya sebentar,” katanya, lalu membuka pintu itu dan dia melihat Winnie datang di hadapannya membawa piring berisi tiga potong pizza.

 

“Win, ada apa?” tanya Petra.

 

“Kamu tidak dengar panggilan Eric ya?” tanya Winnie, “Sir Owen membeli kita semua pizza. Kamu pasti seharian lapar kan, belum makan dari tadi?” Winnie lalu mencoba melirik ke komputer. “Sedang sibuk apa sih?”

 

“Oh… itu….,” Petra merasa canggung menjawab. Ia tak menyangka Winnie kini peduli juga dengan dirinya. “Aku penasaran saja sih. Selama ini kalian bertarung melawan Androsaur, tapi aku tidak sedikit pun mendapatkan petunjuk siapa mereka dan dari mana asal usul mereka. Mungkin saja aku bisa dapat petunjuk, itu pasti akan membantu sekali.”

 

“Oh… Tapi kamu sendiri tidak bertarung,” jawab Winnie.

 

Petra pun mengambil piring di tangan Winnie sambil menjawab, “Sebenarnya aku ingin sekali, tapi karena hanya aku di antara kita yang paling paham IT, mau tidak mau aku harus tetap di sini demi memantau dan menjaga kalian.”

 

“Baiklah,” kata Winnie datar, lalu kembali keluar.

 

Petra pun terdiam, dia senang, tetapi sekaligus heran, kenapa Winnie begitu datar dengan dirinya dalam pembicaraan tadi? Tapi sudahlah, melihat mukanya saja dia sudah kembali bersemangat melanjutkan penelitiannya.

 

Sementara itu di ruang tamu, Winnie disambut oleh Dan yang menyengir, “Gimana, seneng kan?”

 

Mendengar itu Winnie pun malu sejadi-jadinya, lalu menampar Dan karena kesal, “Kamu ini… aku gak ada apa-apa sama si bodoh berkacamata itu!”

 

Dan menahan tamparan itu dan berkata, “Kamu kok ga jujur begitu?”

 

Grace yang melihat mereka hanya bisa mengeleng kepalanya, “Orang-orang bodoh.”

 

Di dalam ruangannya Petra pun kembali sibuk dengan komputernya, laptop di sampingnya mengendalikan enam belas drone yang terbang mengelilingi Natales. Dia sedang menjalankan simulasi Stegoorange ketika handphone miliknya berdering. Dia lalu mengambil handphone itu dan melihat di layarnya tertulis “Theresia”.

 

“Kakak… Ada apa dia menghubungi?” Petra bergumam dalam hatinya.

 

Dia pun menjawab panggilan tersebut.

 

“Kakak?” tanya Petra.

 

“Petra?” kakaknya membalas, “Bagaimana kabarmu?”

 

“Baik kak.”

 

“Uang untukmu bulan ini sudah kakak kirimkan, ya. Jangan terlalu boros.”

 

Petra pun tersenyum kecil mendengar perkataan Theresia, tetapi dia juga merasa bimbang dan akhirnya hanya terdiam cukup lama. Diamnya Petra membuat Theresia terheran.

 

“Petra?” tanya kakaknya.

 

Petra terpecah dari diamnya dan menjawab dengan lesu, “Oh, iya kak. Terima kasih.”

​

Theresia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan cara adiknya menjawab. Petra tidak pernah kehilangan sifat periangnya, bahkan setelah kematian ibu mereka yang didahului oleh ayah mereka. Tapi pembicaraan ini cukup berbeda.

​

“Petra, ada apa?” tanya Theresia, “Kamu kedengarannya agak berbeda.”

​

Mendengar itu, Petra menjawab dengan segera, “Tidak ada apa-apa.”

​

Intuisi Theresia yang merawatnya sejak lama tidak bisa dibohongi begitu saja.

​

“Petra, kamu tidak menyembunyikan sesuatu, kan?” tanya Theresia.

​

“Sialan, ketahuan,” pikir Petra, dia pun menjawab. “Tidak ada apa-apa, kakak.”

​

Theresia mendengar nada bicara Petra yang biasa dia dengar ketika Petra berbohong.

​

“Petra, kakak tidak suka kalau kamu menyembunyikan sesuatu dari kakak. Ada apa, Petra? Katakan saja,” desak Theresia.

​

Petra pun terdiam, sepertinya dia harus mengungkapkan apa yang disembunyikannya sejak tiga bulan lalu. Setelah beberapa lama, dia pun menghela nafas.

​

“Kakak, mulai bulan depan kakak tidak perlu transfer uang lagi, dan untuk bulan ini… aku kembalikan besok,” kata Petra.

​

Theresia pun terkejut mendengar jawaban yang dia tidak pernah menduga. Mana ada orang yang menolak uang pemberian dari orang yang mereka kenal?

​

“Petra, kenapa!?”

​

“Sebenarnya kak… Aku sudah berhenti kuliah sejak tiga bulan lalu dan memilih untuk langsung bekerja. Kebetulan di Natales ada orang yang mau mempekerjakanku dengan gaji yang lumayan.”

​

“Petra, kamu terlalu nekat! Padahal prestasimu di kuliah lumayan bagus!”

​

Petra pun menghela nafas lagi, “Maaf kak, aku tidak mau merepotkan kakak lebih jauh lagi. Kakak sudah cukup repot menanggung hidupku setelah ayah dan ibu meninggal, dan setelah aku pergi, aku malah semakin menyusahkan kakak. Aku beruntung aku bisa mendapat pekerjaan di sini dan menjadi mandiri.”

​

“Petra, kamu tidak bisa begitu saja mengabaikan pendidikanmu! Ayah dan ibu akan kecewa kalau mereka mendengarmu,” kata Theresia.

​

Petra bersikukuh atas keputusannya, “Aku tahu, kakak, tetapi aku bisa belajar dari mana saja. Bahkan aku bisa belajar banyak dari pekerjaan ini daripada pergi kuliah. Aku juga bisa mendapatkan lebih banyak teman di sini.”

​

Theresia menghela nafas, tidak tahu harus berkata apa lagi, “Baiklah, kalau itu keputusanmu. Tapi kakak hanya ingin berpesan satu hal. Jangan pernah sesali keputusanmu. Kamu… kamu sudah dewasa, kamu harus bisa bertanggung jawab atas keputusanmu itu.”

​

“Baiklah, kakak,” jawab Petra. Panggilan telepon itu pun ditutup oleh Theresia, dan Petra kembali ke pekerjaannya. Dia pun mengakses sebuah file, isinya adalah data-data Androsaur yang lemah, yang Petra beri nama Androfutter. Dia memasukkan data itu ke dalam simulasi, terpikir olehnya pesan dari kakaknya. Matanya terpejam sesaat, dia lalu memasukkan data Paralila untuk melawan beberapa Androfutter…

​

“Sulit sekali menjadi dirimu, Petra Sthozzen,” kata seseorang di belakangnya.

​

Petra memutar kursinya dengan terkejut, menatap bayangan gelap di belakang ruangan itu. Bagaimana mungkin ada orang selain dia di dalam ruangan itu, apalagi suara yang dia tidak kenal itu mengetahui namanya.

​

“Siapa!?”

​

Dari bayangan gelap itu sebuah tangan terulur, “Aku adalah dia, dia yang memberikan mereka kekuatan untuk berubah. Siapapun bisa berubah, termasuk dirimu.”

​

“Siapa kamu!? Apa maumu!?” kata Petra yang meraba-raba bagian bawah kursinya sambil mencondongkan tubuhnya menjauh karena takut.

​

Sepasang bola mata merah menyala dari kegelapan itu, sosok itu maju perlahan, hingga akhirnya terlihat seorang pemuda aneh dengan kaus merah, mulutnya terkunci dalam senyum yang tidak tulus. Pemuda itu membuat bulu kuduk Petra merinding, tetapi dia hanya bisa diam mematung. Petra memundurkan tubuhnya ketika pemuda itu mendekat, sampai akhirnya wajah pemuda itu dekat dengan wajahnya.

​

“Sebaiknya kamu jujur terhadap apa yang kamu mau,” kata pemuda itu.

​

Raut wajah Petra berubah menjadi gugup, “Siapa… Siapa kamu!?”

​

Pemuda itu mundur dan berkata, “Namaku Anka, aku yang memberikan kekuatan Genoranger kepada Winnie Guan.”

​

Petra terkejut mendengar jawaban itu. Apakah Anka akan memberinya kekuatan ranger seperti Winnie dan yang lainnya? Kini ketakutannya sedikit berkurang, tergantikan oleh keinginan yang sangat besar untuk menyusul wanita yang nampaknya menaruh hati padanya itu sebagai seorang ranger. Ia sangat berharap ingin mendapatkan kekuatan itu juga.

​

“A… Apa maksudmu?” tanya Petra dengan kecanggungan palsu seakan-akan dia tidak tahu tujuan Anka.

​

“Sebaiknya kamu jujur terhadap apa yang kamu mau,” Anka nampaknya tahu apa yang dipikirkan pemuda berumur sembilan belas tahun itu, “Akuilah, kamu membenci Daniel Galilei, bukan?”

​

Petra terdiam. Ia sadar betul, ia sering kali diam di ruangan itu hanya untuk memantau mereka, dengan rasa cemburu karena ia ingin sekali mendapatkan kesempatan untuk lebih lama bersama dengan Winnie. Jelas bahwa Winnie lebih dekat dengan Dan dibandingkan dirinya, karena memang Winnie lebih banyak berinteraksi dengan Dan.

​

Anka tahu betul Petra ingin berkata “Iya”, tetapi Petra terlalu banyak memendam hal-hal yang sangat pribadi. Anka pun tersenyum, toh walaupun Petra curiga, dia tidak akan menolak tawaran darinya.

​

“Aku punya sesuatu untukmu,” kata Anka sambil menyerahkan DNA Key berwarna biru dan sebuah Genophone kepada Petra. Petra hanya menatap kedua benda itu dengan bingung dan senang, lalu menatap lagi ke Anka.

​

“Ini…?” tanya Petra heran. Ia tahu betul itu bisa ia gunakan untuk berubah menjadi Genoranger, dan tampak jelas Anka memberikan kekuatan itu kepadanya.

​

“Sekarang kau tidak perlu iri lagi dengan Dan,” kata Anka.

​

Petra mengangguk, dia pun mengambil kedua benda itu. Entah kenapa, perkataan Anka masuk akal untuknya.

​

“Kekuatan yang kamu miliki itu spesial. Dan, bahkan mereka semua, tidak memiliki apa yang kamu miliki.”

​

Anka pun berbalik dan meninggalkan Petra yang agak bingung dengan perkataan Anka itu. Ya sudahlah. Nampaknya ini akan menjadi menarik baginya.

​

******

​

Petra mengangkat kepalanya dan membuka matanya. Simulasi Paralila melawan Androfutter itu masih terus berjalan. Dia kecewa, ternyata itu hanya mimpi. Dia pun mengambil sepotong pizza, lalu membuka laci untuk mengambil sesuatu. Betapa terkejutnya dia ketika dia melihat DNA Key biru dan sebuah Genophone di dalam laci itu.

​

******

Sore itu pun Petra memperlihatkan Genophone dan DNA Key yang dia dapatkan kepada Eric, Alvin, Dan, Winnie, dan Grace.

​

“Apa!? Lu dapet DNA Key!?” tanya Alvin keheranan melihat DNA Key biru di tangan Petra.

​

“Iya. Aku masih penasaran dengan benda ini. Kalau boleh, aku ingin bergabung dengan kalian untuk pertempuran berikutnya,” Petra mengajukan diri.

​

Para ranger berpandangan satu sama lain. Alvin, Dan, Eric, dan Grace tidak merasa keberatan. Alvin merasa Petra tidak punya alasan untuk tidak ikut serta, toh ada Sir Owen yang membuat dan pastinya bisa memakai sistem komputer itu. Sedangkan Winnie merasa agak enggan. Dan menyenggol Winnie dengan sikutnya sambil memasang ekspresi menggoda. Winnie pun melirik Dan dengan tatapan risih.

​

“Gue sih gak keberatan, mata empat. Asal lu beneran ngebantu,” kata Alvin menyetujui dengan nada angkuh.

​

“Ngomong-ngomong, kekuatan apa yang kamu dapat?” tanya Grace sambil menunjuk ke DNA Key yang Petra pegang.

​

“Aku tidak tahu. Makanya aku ingin mencoba di pertarungan berikutnya,” jawab Petra.

​

Eric pun maju dan bertanya, “Kenapa Kak Petra tidak mencobanya saja sekarang? Kita akan langsung tahu kalau kakak memakainya.”

​

Petra pun membalas, “Aku tidak bisa pergi jauh-jauh dari sistem komputer itu. Kalau dipakai berubah di dalam, aku takut energi yang kulepaskan ketika memakai kekuatan ini akan merusak.”

​

Eric mengerti, dia pun mengangguk. Tiba-tiba Sir Owen masuk dari ruang belakang dan menatap mereka dengan serius. Kelihatannya dia mendengar tentang itu semua.

​

“Jangan, Petra. Kamu di sini saja mengurus sistem itu,” kata Sir Owen.

​

Kata-kata Sir Owen pun mengejutkan Petra dan yang lainnya. Petra tidak menyangka Sir Owen menolak kalau dirinya menjadi seorang Genoranger.

​

“Kenapa? Apa Sir Owen takut tidak ada yang mengawasi data-data dan pengintaian kita selama ini?” tanya Petra heran. Sir Owen pun mengangguk.

​

“Gak masuk akal,” batin Alvin.  Dia pun maju dan bertanya, “Sir, kalau bapak yang memang mengenalkan Petra ke program itu, bukankah seharusnya bapak juga bisa mengambil alih sistem itu? Memangnya apa yang bapak lakukan saat kita sedang bertarung?”

​

Petra pun teringat sesuatu. Di saat bertarung, pasti Sir Owen selalu menghilang entah ke mana. Petra pun terpikir, pasti ada sesuatu yang aneh mengenai Genoranger, dan pastinya Sir Owen menyimpan sesuatu jika dia keberatan kalau dirinya menjadi seorang Genoranger.

​

“Sir Owen, kenapa? Kalau mereka bisa, lalu kenapa aku tidak bisa? Lebih baik Sir Owen berterus terang!” kata Petra mendesak Sir Owen untuk memberi tahu rahasianya.

​

Tetapi Sir Owen tidak bergeming, pertanyaan pria berkacamata itu tidak dihiraukannya. Alih-alih mengindahkan pertanyaan Petra, dia malah pergi meninggalkan mereka ke ruang belakang. Petra yang belum puas pun berlari mengikuti Sir Owen. Seluruh anggota Genoranger yang melihat itu pun keheranan dan saling berpandangan satu sama lain.

​

“Ada apa dengan Petra, kok dia ga boleh jadi Genoranger?” tanya Dan heran.

​

“Entahlah. Tetapi sepertinya Kak Petra ingin sekali mendapatkan kekuatan itu dan bertarung bersama kita,” jawab Eric.

 

Petra pun mengikuti Sir Owen ke lantai atas dan langsung bertanya, “Ada apa Sir Owen? Kenapa bapak tidak memperbolehkanku menjadi seorang Genoranger sama seperti mereka? Padahal aku bisa membantu, dan pengintaian bisa Sir Owen lakukan selama aku pergi! Pemuda itu bilang aku punya sesuatu yang tidak mereka miliki, jadi kenapa!?”

 

Sir Owen pun menghela nafas, ia sudah lelah menutupi rahasia itu, “Baiklah kalau kamu memaksa, Petra. Berjanjilah kepada bapak sesuatu.”

 

Petra pun mengiyakannya. Sementara itu di bawah, lima Genophone secara serentak berbunyi.

 

“Hanya seekor di dekat hutan kota bagian tenggara,” kata Eric.

 

“Ayo,” kata Alvin yang bergegas pergi.

 

Mereka berlima pun pergi menuju lokasi tersebut. Malam sudah larut dan sepi, tidak ada orang di sana.

 

“Genochange!” kata Eric sebelum berubah menjadi Tyrannorot.

 

“Bocah,” Alvin yang sudah berubah memanggil Eric.

 

“Kenapa, Kak Alvin?” tanya Eric.

 

“Ga usah nyebut ‘Genochange’ sebelum berubah napa? Bikin geli tau.”

 

“Ya, gapapa lah Vin, biarin aja dia,” kata Dan.

 

“Kalo dia keburu dihajar ama musuh lu mau tanggung jawab?” balas Alvin yang agak kesal.

 

Mereka pun masuk ke dalam hutan itu. Tapi aneh, tidak ada satu pun Androsaur yang terlihat, padahal masih ada sinyal dari Genophone.

 

Tiba-tiba ada gerakan di samping mereka. Winnie pun menembak ke sana, tetapi tembakannya ditangkis oleh sesuatu. Sosok itu keluar dan mereka agak lega karena itu adalah Sid dalam wujud Stegoorange.

 

“Hei nak, kok main tembak saja?” Sid mengomel.

 

“Ma… Maaf pak Sid,” kata Winnie.

 

“Lho, mana Androsaurnya?”

 

Mereka pun melihat sekeliling. Tidak ada tanda-tanda Androsaur. Tiba-tiba saja sesuatu yang sangat cepat melesat ke arah Dan dan menyambar bahunya. Serangan itu membuat

Dan terjatuh, semua mata rekannya tertuju ke arahnya.

​

“Dan, lu kenapa!?” tanya Alvin.

​

“Sesuatu menyerangku!” kata Dan, tiba-tiba Eric terserang dari belakang.

​

“Bocah!” Alvin pun terkena serangan di kepalanya. Sid melihat monster itu masuk lebih dalam ke hutan.

 

“Monster sialan! Tunjukan dirimu!” teriak Sid yang berlari ke bagian dalam hutan.

 

“Woi, pak tua!” panggil Alvin, “Kejar dia!”

 

“Waspada, teman-teman! Kita ga tau apa yang ada di balik pepohonan ini!” kata Dan.

​

Eric, Winnie, dan Grace mengangguk. Mereka menyusul Sid, dan di depan mereka tiba-tiba Sid terjatuh dan sesuatu menginjaknya dengan cakar besar. Mereka pun melihat wujud Androsaur itu. Ornimegalonyx Androsaur, Androsaur burung hantu yang dapat terbang. Monster itu melihat mereka dan tiba-tiba menghilang dari pandangan mereka, tanpa suara monster itu menyerang Alvin.

​

Grace, Dan, Winnie, dan Eric pun mengeluarkan senjata mereka, tetapi awan gelap menghalangi bulan dan membutakan mereka. Eric mengayunkan Rexcalibur secara serampangan, tetapi serangannya terus meleset. Grace yang paling cepat di antara mereka pun tidak dapat mengenai Ornimegalonyx, apalagi serangan Dan, Winnie, Sid, dan Alvin yang lebih lambat. Keenam ranger itu akhirnya hanya menjadi bulan-bulanan monster itu.

​

“Sialan, gua ga tau ada monster yang bisa terbang!” kata Alvin.

​

Dan pun bangkit ingin membantu Winnie, tetapi usahanya gagal dan justru dia yang dihajar. Monster itu terus terbang dan menukik. Belum sempat Winnie meraih Pleskuglen, monster itu menukik setelah menyerang Sid dan kembali mencapai Genoranger pink itu. Tak ada seorang pun dari mereka yang mampu menghentikan monster itu.

​

Sementara itu Petra terdiam di dalam ruangannya dengan lesu. Dia tidak percaya Sir Owen bisa-bisanya menyembunyikan rahasia sepenting itu dari mereka. Petra hanya bisa terdiam memandang keenam Genoranger itu kesulitan melawan Ornimegalonyx, tetapi kemudian dia melihat perubahan wujud ranger Winnie terhenti. Dia pun kembali mengumpulkan niat dan menghadapi Sir Owen yang sedang minum teh di ruang tamu.

​

“Sir Owen, ada yang ingin aku minta,” kata Petra mantap dan tegas.

​

“Petra…”

​

Kembali di dalam hutan itu, Alvin, Dan, Eric, dan Grace mencoba melindungi Winnie dari serangan Ornimegalonyx, sementara Sid terus mencoba menyerang monster itu dengan Stegorati tanpa mendaratkan serangan berarti.

​

“Woi pak tua, mundur! Nanti lu mati!” perintah Alvin.

​

Ornimegalonyx pun menyambar mereka satu per satu dan hendak menyerang Winnie. Winnie mengejamkan mata, dia pun mendengar suara sesuatu menabrak tanah. Dia membuka matanya, monster itu bergulung di tanah, darah menyembur dari luka di sayap kirinya.

​

“Dari atas sana!” kata Eric sambil menunjuk.

​

Di bawah bayangan bulan mereka melihat sesosok Genoranger bersayap. Tangannya sedang menarik busur dan melepaskan panah yang terbang seperti komet dengan cepat mendarat di kaki Ornimegalonyx. Dia adalah Pterablau, Genoranger yang diberkahi kekuatan khusus untuk berada di langit luas.

​

“Genoranger… terbang?” tanya Winnie heran.

​

“Aku baru tahu kalau ada Genoranger yang seperti itu,” kata Eric tidak percaya.

​

Pterablau menembak dua panah lagi kepada Androsaur itu, mengenai sayap kanan dan kepalanya, kelihatannya membunuh monster itu. Genoranger itu pun terbang rendah dan menghentikan perubahannya.

​

“Maaf sudah membuat kalian menunggu,” kata Petra.

​

“Petra!?” mereka berenam terkejut.

​

“Bukannya lu dilarang Sir Owen jadi Genoranger?” tanya Alvin.

​

“Yah, aku tidak bisa diam melihat kalian dihajar seperti ini. Kebetulan sekali aku bisa terbang seperti monster itu,” jawab Petra.

​

“Wah, keren!” kata Winnie bersemangat.

​

Petra pun senang mendengar ucapan Winnie. Tetapi Androsaur itu terbangun dan mencoba kabur.

​

“Oi, mata empat,” panggil Alvin, “Lain kali, jangan berubah di tengah pertarungan.”

​

“Iya, maaf,” kata Petra yang mengambil DNA Keynya.

​

“PTERABLAU.”

​

Mengikuti suara itu Petra pun berubah menjadi Pterablau. Ornimegalonyx terbang lagi, mencoba kabur dari Petra.

​

“Tak akan kubiarkan kau kabur!” kata Petra yang mengejarnya.

​

“FAILNODON.”

​

Petra mengenggam busur itu dan menembak Ornimegalonyx. Mereka yang di bawah hanya bisa memandang mereka berdua bermanuver di udara.

​

“Win, berubah, siap-siap buat manggil Stahlsaurer,” kata Alvin, “Pak tua, kamu gapapa? Lukamu parah loh.”

​

“Aku tidak akan mati gara-gara ini, bocah,” balas Sid.

​

“Baik, Vin,” kata Winnie yang mengambil DNA Key miliknya dan berubah menjadi Plesiorosa.

Ornimegalonyx menukik, Pterablau melayang. Petra telah mendaratkan sepuluh panah, monster ini cepat atau lambat akan kehabisan tenaga. Petra pun naik, membidik belakang leher monster itu dan menembak. Panah itu tepat sasaran, Ornimegalonyx bahkan tidak tahu bahwa dirinya sudah mati sebelum kepalanya hancur menabrak bumi.

​

“Bagus!” teriak Eric.

​

“Jangan seneng dulu, bocah. Ronde dua,” kata Alvin.

​

Ornimegalonyx pun menjadi raksasa dan terbang ke atas langit menghampiri Petra. Petra pun memanggil Stahlsaurer miliknya, Pteranodon dan menghindari serangan Androsaur itu. Monster itu menukik tajam dan berbalik ke arah Pteranodon. Pteranodon menembaknya dengan serangan laser, mereka mengejar satu sama lain. Di bawah mereka, ranger lainnya menunggu monster itu jatuh.

​

Petra lalu melakukan sesuatu yang berbahaya. Dia memperlambat Pteranodon dan mengangkatnya ke atas, Ornimegalonyx melesat menjauh. Petra pun menembaki sayap kanan Androsaur itu, darah menghujani perkantoran di bawah mereka.

​

“Dia tidak bisa terbang lagi,” kata Petra, “Kalian bisa menghabisi dia di bawah!”

​

Ornimegalonyx memang tidak bisa terbang lebih lama, tetapi monster itu membalikkan badannya dan dengan kaki panjangnya mengenai Pteranodon. Stahlsaurer itu pun ikut jatuh bersama Ornimegalonyx.

​

“Kak Petra, kakak baik-baik saja!?” panggil Eric dari dalam kokpit Tyrannosaurus Rex.

​

“Tidak masalah! Sebaiknya kau habisi monster itu Eric!” balas Petra.

​

Eric pun mengubah Tyrannosaurus menjadi Saurierjaeger, lalu bergabung dengan Parasaurolophus dan Stegosaurus menjadi Saurierjaeger Schleifer Schneider. Mereka semua, kecuali Petra yang sedang mencoba mengangkat kembali Pteranodon ke udara, menghajar monster itu beramai-ramai. Tetapi ternyata Ornimegalonyx cukup cepat dan kuat bahkan di darat. Eric dan kawan-kawan kesulitan untuk melumpuhkannya, bahkan Ornimegalonyx dapat memisahkan Stegosaurus dan Parasaurolophus dari Saurierjaeger.

​

Eric pun berpikir, “Di saat seperti ini, orang itu pasti…”

​

“Yo,” panggil Anka dari layar hologram.

​

“Kak Anka, ini rasanya akan menjadi kebiasaan,” kata Eric.

​

Anka tertawa, tawa yang tidak begitu tulus, “Jangan khawatir soal itu.”

​

“Apa yang ingin Kak Anka beri tahu hari ini? Jangan bilang Tyrannosaurus bisa menjadi robot raksasa,” canda Eric.

​

“Tentu saja tidak,” balas Anka.

​

“Ah, sudah kuduga.”

​

“Tidak dengan sendirinya.”

​

“Eh?” wajah Eric memasang tampang terkejut.

​

“Tyrannosaurus, Triceratops, Velociraptor, Pteranodon, dan Plesiosaurus. Kelimanya akan membentuk kombinasi istimewa yang jauh lebih kuat daripada Saurierjaeger. Silakan dicoba.”

​

“Bocah,” panggil Alvin, “Gua ga salah denger kan?”

​

“Aku tak percaya, tapi kita coba!” panggil Grace.

​

Di layar Eric, Alvin, Grace, Petra, dan Winnie tertulis Aufsteigen – Saurierkaiser. Mereka pun menekannya di saat bersamaan.

​

Sid dan Dan tidak percaya apa yang mereka lihat. Tyrannosaurus menjadi badan, Triceratops membentuk kaki, Velociraptor dan Plesiosaur menjadi tangan kanan dan kiri, dan akhirnya Pteranodon membentuk kepala. Rexcalibur pun digenggam oleh tangan kanan Saurierkaiser. Kokpit mereka semua bergeser ke samping Eric.

​

​

​

​

​

​

​

​

​

​

​

​

​

​

​

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Aku harus melakukannya…,” kata Eric, dia lalu berteriak. “Lang lebe, SAURIERKAISER!”

​

“Ampun deh,” keluh Alvin karena dia merasa geli.

​

“Cih, bocah-bocah itu dapet yang enaknya mulu ya,” kata Sid.

​

“Yah, kita dukung mereka saja, pak tua,” balas Dan.

​

Saurierkaiser maju menuju Ornimegalonyx yang disibukkan oleh Parasaurolophus dan Stegosaurus. Agak sulit untuk menyeimbangkan robot besar ini, pikir mereka berlima. Kiri, kanan, kiri, kanan. Tangan kanan Saurierkaiser menangkis serangan Ornimegalonyx dengan Rexcalibur, sedangkan tangan kirinya meninju. Androsaur itu terhuyung, dan dengan bebas Saurierkaiser mengayunkan Rexcalibur.

​

“Serangan terakhir!” teriak Eric.

​

Saurierkaiser pun menyelesaikan pertarungan itu dengan membelah monster itu menjadi dua.

​

******

​

Setelah itu Petra kembali bersama Eric, Alvin, Grace, dan Winnie ke markas. Sir Owen sedang membaca buku biologi di ruang tamu. Sir Owen terlihat terdiam, menyembunyikan kekhawatirannya dengan tersenyum agak dipaksakan.

​

“Di mana Dan?” tanya Sir Owen.

​

“Dia sudah pulang ke rumahnya,” kata Petra.

​

“Bagaimana dengan Sid?” tanya Sir Owen.

​

“Paman Sid ingin bertarung melawan Grace, tetapi karena malam sudah terlalu larut, dia harus pulang,” jawab Eric.

​

“Sumpah, tuh orang demen banget berantem ya,” komentar Alvin.

​

“Ayo Winnie, kuobati lukamu,” kata Grace.

​

“Iya, terima kasih ya Grace,” kata Winnie.

​

Eric pun menatap Sir Owen, yang menolak untuk melihat mata mereka semua dan memilih untuk membaca bukunya.

​

“Ada apa dengan Sir Owen? Dia terlihat berbeda, atau hanya perasaanku?” batin Eric heran.

 

******

chapter4-2.png

© 2020 by Genoranger id

  • Grey Instagram Icon
  • Grey Facebook Icon
bottom of page