top of page
Chapter 6-1.png

ID

Chapter 6: Zerstrorung

“Seseorang mengajarkanku, tieni vicino gli amici, ma ancora più vicino i nemici (jaga temanmu dekat, dan musuhmu lebih dekat lagi).”

Special thanks to Aditya N Wardhana for the support! Support us at http://trakteer.id/genoranger-id

Seekor Androsaur yang sudah menjadi raksasa sedang menyerang Saurierkaiser di Natales utara. Androsaur Carbonemys, kura-kura yang memiliki cangkang tebal itu terus-menerus menerima serangan Saurierkaiser yang dibantu oleh empat Stahlsaurer lainnya.

​

“Woi, mata empat! Lu punya rencana ga!?”

​

“Winnie, lepas!” Petra membalas Alvin dengan rencananya, “Paman Sid, gabungkan Stegosaurus!”

​

Plesiosaurus pun lepas dari kombinasi robot raksasa itu dan digantikan oleh Stegosaurus. Saurierkaiser Schleifer siap untuk menyerang.

​

“Kita harus menyerang satu bagian saja dengan bor ini!” kata Petra, “Setelah bagian itu hancur, kita akan merobek cangkang itu sekaligus!”

 

“Kelamaan!” kata Jen.

 

Wanita itu memutuskan untuk mengganti Velociraptor sebagai tangan kanan Saurierkaiser. Saurierkaiser Schleifer pun menjadi Saurierkaiser Dreschen Schleifer. Palu rantainya terbang, melilit kaki kiri Carbonemys.

 

“Tarik dia!” perintah Jen.

 

“Ide bagus, Kak Jen!” kata Eric.

​

Saurierkaiser Dreschen Schleifer menarik rantai itu seperti pancingan. Rantainya tersentak, Carbonemys mencoba melawan. Judd yang mengendalikan Pachycephalosaurus menubruk  Androsaur itu dari belakang.

​

Keseimbangan monster itu kacau dan dia terjatuh telentang.

​

“Langsung ke jantung!” perintah Alvin.

 

Saurierkaiser Dreschen Schleifer mendekat, tangan kirinya menusuk dada Carbonemys. Bor itu berputar, perlahan demi perlahan menembus cangkang keras monster tersebut dan menusuk jantungnya. Monster itu tidak langsung tewas, Saurierkaiser melepaskan Ankylosaurus dan menggantinya dengan Velociraptor demi menggunakan Rexcalibur dan menghabisi monster itu dengan satu penggalan.

 

Di suatu tempat, tiga individual sedang menyaksikan pertarungan Genoranger melawan Carbonemys. Lelaki yang duduk di depan layar lalu mematikan monitor itu.

 

“Menarik. Kurasa aku sudah bisa membuat hipotesa tentang robot aneh itu,” kata lelaki itu.

 

“Sudahkah kamu membuang terlalu banyak waktu?” tanya seorang wanita, tanda namanya buram terhalang penerangan remang, tetapi logo Genesis Inc. dapat terlihat.

 

“Apakah rencanamu itu cuma membiarkan mereka membunuh Androsaur sebanyak mungkin?” tanya seorang pria di sampingnya.

 

Lelaki yang duduk di depan layar itu memutar kursinya menghadap mereka dan tersenyum, “Tidak, ini sudah cukup. Gerakan selanjutnya akan dimulai dalam waktu dekat, dan mereka sudah dipercaya oleh orang-orang itu.”

​

“Kamu benar-benar berharap kepada kedua orang itu?” tanya wanita itu lagi.

​

Lelaki itu berdiri, “Seseorang mengajarkanku, tieni vicino gli amici, ma ancora più vicino i nemici (jaga temanmu dekat, dan musuhmu lebih dekat lagi).”

 

Setelah Carbonemys terbunuh, semua anggota Genoranger kecuali Jen berkumpul di markas bersama Sir Owen.

​

“Jen di mana?” tanya Sir Owen.

 

“Dia bilang dia ingin pulang,” kata Judd.

 

“Baiklah,” kata Sir Owen, “Aku yakin kalian sadar bahwa lebih dari sebulan terakhir aktivitas Androsaur meningkat tajam.”

 

“Semenjak aku dan Jen bergabung?”

 

“Lebih tepatnya semenjak aku menjadi Genoranger,” balas Petra.

 

“Berarti bersamaan dengan kemunculan pertama Saurierkaiser,” kata Winnie.

 

“Sir, bagaimana dengan tanggapan orang-orang?” tanya Alvin, “Berita hanya mengaitkan kita dengan kemunculan Androsaur.”

 

“Memang tidak secara frontal, tapi sudah semakin banyak orang mendukung kalian. Beruntung kalian tidak menimbulkan korban jiwa secara langsung, dan tindakan kalian yang mementingkan keselamatan lainnya. Yah, kebanyakan dari kalian,” Sir Owen melirik Sid, “Dengan ini, kita bisa bergerak ke tahap berikutnya.”

 

Setelah selesai, Eric pun pulang ke rumah melewati taman. Dia melihat Jen sedang duduk di sana, terlihat murung sambil memakan permen.

 

“Kak Jen?” panggil Eric.

 

“Hah? Ngapain kamu di sini?” balas Jen dengan nada tidak peduli.

 

“Cuma kebetulan lewat, kak… Uhmm, kak Jen?”

 

“Apa?”

 

Eric menjadi sedikit gugup, “Hmmm, kak Jen, kenapa kakak tidak pernah mau berkumpul dengan kami? Padahal asik loh, tadi kita sempat bermain kalashnikov bersama kak Judd.”

 

“Jangan samakan aku dengan si bodoh itu. Lagian, kalashnikov hanya bisa dimainkan paling banyak empat orang. Ada lagi?”

 

“Tidak kak, itu saja. Ya sudah, aku pulang dulu ya kak.”

 

Eric pun pamit dan pergi meninggalkan Jen. Jen terdiam, terpikir olehnya apa yang sedang dia dan Judd lakukan.

​

“Goblok kamu, Judd, kok kamu jadi dekat dengan mereka?”

​

Smartphonenya berbunyi, Jen pun menjawab panggilan itu.

​

“Halo?”

 

Apapun yang dikatakan oleh orang di balik panggilan itu membuat Jenn menjatuhkan permennya.

 

“Ka… Kamu serius?”

 

“Seratus dua puluh persen. Kalian akan mengerjakannya kan?” tanya lelaki itu.

 

Jen tidak menjawab dengan segera. Tangan yang menggenggam smartphonenya mengerat.

 

“Jenny?”

​

“Bagaimana dengan Judd? Apakah dia…”

​

“Dia setuju dengan rencana ini.”

 

Jen terdiam lama.

 

Posso interpretare il suo silenzio come consenso (Bisakah aku menganggap diammu sebagai tanda setuju)?” orang itu bertanya dalam bahasa Itali.

 

“… Ma certo (Tentu saja),” jawab Jen.

​

Jen menutup panggilan itu dan menghela napas, di kepalanya dia menghardik dirinya sendiri, “Bodoh kamu, Jenny, kenapa kamu mau mengambil pekerjaan ini?”

​

Dia menatap DNA Key miliknya. Terngiang dalam pikirannya kata-kata pemuda yang memberikan DNA Key itu.

​

“Kejarlah mimpimu,” begitulah kata pemuda itu.

​

Mimpi, ya? Mengejar mimpi yang sangat kabur, sangat kosong, dan sangat bodoh itu?

​

“Sialan, apa aku terlalu putus asa untuk mau melakukan ini?” geramnya.

 

******

 

Mungkin karena terlalu banyak makan, malam itu Eric bermimpi, aneh sekali. Semuanya buram, berbagai kejadian melewati dirinya bagaikan gemerlap lampu. Hanya ada satu bagian yang dia ingat, bagian di mana dia dan ibunya berada di sebuah taman bunga yang indah.

 

“Ma?”

 

Ibunya tersenyum kepadanya, lalu berbalik begitu saja tanpa kata.

 

“Mama, tunggu!”

 

Ibunya tidak menjawab, melainkan hanya berjalan menjauh tanpa bisa dikejar Eric. Berkali-kali dia memanggil, berusaha mendekatinya sedekat mungkin, tapi sia-sia.

 

“Mama!” Eric terbangun.

 

Tubuhnya berkeringat. Dia lalu melihat smartphonenya, jam menunjukkan pukul setengah empat pagi. Ia pun bangun dan pergi ke toilet.

 

“Sial, mimpi macam apa itu?” pikirnya.

 

Dia lalu kembali ke kamarnya, melewati kamar ibunya. Dia menguping, mendengar suara dengkuran ibunya dan menghela nafas karena lega. Tersenyum, dia berjalan lagi dan kembali ke kamar untuk melanjutkan tidurnya. Paginya dia sarapan sebelum berangkat sekolah, dia lalu menceritakan mimpinya kepada ibunya.

 

“Ah, jangan percaya mimpi seperti itu,” kata ibunya, mengelus kepalanya. “Ibu tidak akan pergi kemana-mana kok.”

 

“Iya, ma,” kata Eric.

 

“Nanti malam mau makan apa?”

 

“Terserah mama, pasti aku makan.”

 

“Kalau begitu, ibu akan memasak favoritmu.”

 

“Baiklah, aku berangkat ke sekolah dulu!”

 

******

 

Sorenya mereka berkumpul seperti biasa, menonton fashion show dari televisi di ruang tamu. Jen duduk sendiri, menyibukkan diri dengan smartphonenya. Baru beberapa menit berlangsung, Genophone mereka semua berbunyi. Dua Androsaur muncul di ujung kota, dengan cepat menuju pusat kota.

​

“Yah, padahal aku tertarik dengan desain selanjutnya!” kata Winnie kecewa.

​

“Semuanya, bergegaslah. Petra, Winnie, Grace, Eric, kalian pergilah bersama Alvin. Dan, kamu akan memimpin Sid, Judd, dan Jen,” kata Sir Owen.

 

Mereka pun langsung pergi. Sir Owen duduk di kursi, menundukkan wajahnya dan berpikir, “Apakah keputusanku ini benar?”

 

“Dan, lu ke utara!” kata Alvin ke Dan.

 

“Ok!” seru Dan sebelum berpisah.

​

Sepanjang perjalanan menuju barat daya, Eric tidak bisa tenang, perasaannya tidak enak. Dia berulang kali menanyakan bagaimana nasib tim Dan kepada yang lain, tetapi Winnie menenangkan Eric.

​

“Mereka akan baik-baik aja kok, jangan dipikirkan,” jawab Winnie.

​

“Tapi… ada sesuatu dari Kak Jen yang masih mengganjal. Aku merasa dia menyembunyikan sesuatu,” kata Eric.

 

“Tidak usah memikirkan yang aneh-aneh,” hardik Grace dengan nada datar.

​

“Santai saja, itu cuma firasatmu,” kata Petra menenangkan.

​

Alvin yang di depan pun kesal mendengar Eric yang sempat-sempatnya mengkhawatirkan Dan padahal ada sesuatu yang harus mereka kerjakan, tetapi dia memilih untuk diam. Akhirnya mereka menemukan seekor Androsaur, Androsaur Mesonyx, sesosok monster berkepala besar dan berwajah mirip anjing.

​

Di tempat lain, tim Dan berhadapan dengan Androsaur Pakicetus. Pakicetus melompat ke dalam danau, Sid berenang mengejarnya meskipun Dan sudah mencegah. Judd menatap wajah Jen, Jen pun mengangguk. Dan penasaran dengan apa yang mereka rencanakan.

​

“Kalian punya rencana?” tanya Dan.

​

Pertanyaan itu mengejutkan Judd dan juga Jen. Judd menjawab, “Kau bantu Sid saja, dia pasti kelelahan mengejar monster itu.”

​

Dan melihat Sid berenang ke tepi danau yang berseberangan jauh dari posisinya sekarang. Sid bertumpu di tombak ruyungnya, mengumpat kasar dan terengah-engah.

​

“Oi monster sialan, keluar!” kata Sid terengah-engah.

​

Tetapi jawaban Judd membuat Dan curiga. Kini ia berpikir, mana yang harus ia dahulukan? Apakah membantu Sid, ataukah menguak rencana Judd dan Jen? Akhirnya ia malah balik berkata ke Judd, “Kalau memang kamu khawatir dengan Sid, ayo pergi bersama-sama.”

​

Judd terdiam, lalu mengangguk. Mereka bertiga pun mengejar Sid.

​

Sementara itu Androsaur Mesonyx melakukan perlawanan sengit terhadap lima Genoranger.

“Kemampuan macem apa ini!?” kata Alvin.

​

“Dia bisa… Melindungi dirinya dengan air!?” Winnie terkejut.

​

“Alihkan perhatiannya! Eric, Grace! Akan kupanah dia begitu fokusnya hilang!”

 

Eric dan Grace melesat dan menyerang, Petra memperhatikan pergerakan Mesonyx, air yang melindunginya tipis dan cepat, tetapi sepertinya terbatas. Dia melihat satu serangan Grace masuk, dia pun menyiapkan panahnya.

 

Satu, delapan, dua puluh tujuh panah menghujani Mesonyx. Tiga belas panah pertama tertahan oleh air yang dikendalikan Mesonyx itu, tetapi sisanya masuk dan mengenai kepala monster itu. Eric maju, memenggal Mesonyx yang tertegun.

 

Mesonyx pun bertumbuh menjadi raksasa. Tim Alvin memanggil Saurierkaiser dan langsung menyerang. Air yang melindungi Mesonyx tidak lagi berfungsi karena volume air itu tidak bertumbuh bersama Mesonyx, tetapi perlawanannya berat sekali.

 

Saurierkaiser menebas, tetapi Mesonyx menahan pedang itu dengan giginya dan menggigitnya sampai patah menjadi dua.

 

“Astaga!” teriak Eric tidak percaya.

 

Alvin lalu memanggil tim Dan melalui Genophone, “Woi darurat nih, gw butuh bantuan kalian!”

​

Dan menerima panggilan itu, dia meminta Judd dan Jen untuk membantu Alvin. Mereka setuju dan memanggil Stahlsaurer masing-masing, kemudian pergi. Akhirnya Dan pun sendirian menghampiri Sid yang menunggu Androsaur Pakicetus keluar.

 

“Monster ikan ini dari tadi tidak mau keluar, sial!” keluh Sid.

 

“Aku punya rencana,” kata Dan, yang membisikkan rencana itu ke telinga Sid.

 

Sid menggangguk, dia lalu melompat ke dalam danau dan menghampiri Pakicetus. Mereka bergulat di dalam air, Sid menendang Pakicetus ke atas dan memutar Stegorati. Putaran itu mengakibatkan pusaran air yang menyedot Pakicetus ke arah Sid. Dan pun melompat setelah melihat pergerakan air, menggunakan pusaran itu untuk mencabik-cabik Pakicetus dengan kapaknya.

 

Danau itu meletus, Pakicetus berubah menjadi raksasa. Dan dan Sid kemudian memanggil Stahlsaurer mereka, Parasaurolophus dan Stegosaurus, menghadapi Androsaur raksasa itu. Tetapi karena Androsaur raksasa itu lebih kuat dari monster-monster sebelumnya, mereka berdua pun kewalahan.

 

“S.O.S, S.O.S kepada Alvin!” teriak Dan.

 

“Ok, kita ke sana,” kata Alvin di dalam Saurierkaiser, yang baru saja menghabisi Mesonyx dengan tembakan Pleskugeln.

 

Sid menahan serangan Pakicetus dengan ekor Stegosaurus. Dari samping kiri muncul Saurierkaiser, menggunakan Failnodon untuk menembaki monster itu.

 

Stegosaurus dan Parasaurolophus bergabung dengan Saurierkaiser, dan merekapun bisa mengalahkan Pakicetus dengan memutuskan ekor untuk menghilangkan keseimbangannya dan menusuk tubuhnya dengan ekor Stegosaurus.

 

******

 

“Fyuh… kelar dah,” kata Alvin.

​

“Melelahkan juga hari ini,” kata Petra.

 

“Tapi, ngomong-ngomong Judd sama Jen kemana?” tanya Sid.

 

Barulah setelah Sid bertanya, mereka sadar Judd dan Jen pergi. Genophone mereka semua berbunyi. Sepuluh, tiga puluh, tidak, lebih dari seratus titik bermunculan tersebar di seluruh kota. Ukurannya berbeda-beda. Lebih banyak lagi datang dari luar menembus pagar.

 

“Lu bercanda kan?” Alvin tidak percaya dengan pemandangan apa yang ia lihat.

 

“Jadi… Dua Androsaur tadi cuma pengalihan ya?” Grace menyimpulkan.

 

Eric lalu berlari. Alvin dan Grace berusaha menghentikannya, tetapi tidak berhasil. Sambil berlari, Eric pun berubah lagi ke wujud manusianya, dan berlari menyusuri jalan menuju rumahnya. Dia melihat beberapa titik di Genophonenya menuju kompleks perumahannya.

 

“Oi, bocah!” seru Alvin kepada Eric, tetapi Eric tidak menggubrisnya.

​

“Aku akan cari Judd dan Jen, semoga mereka aman!” seru Dan pergi meninggalkan Alvin dan kawan-kawan.

 

“Woi, tunggu!” kata Alvin.

 

Dia lalu memerintahkan ranger yang tersisa untuk berjalan menyusul Dan, tetapi di hadapan mereka, Androsaur Doedicurus muncul bersama banyak Androfutter hitam dan merah.

 

“Sialan…”

 

Kini keadaan Genoranger rumit. Mereka terpisah dari lima rekan mereka dan keadaan kota sedang dalam darurat karena tiba-tiba ada banyak sekali monster muncul entah dari mana. Sebenarnya, ada apa ini yang terjadi?

 

Sementara Eric terpikir tentang rumahnya, ibunya, dan yang lainnya. Terlihat orang-orang berlari dengan penuh kepanikan, yang lainnya mencoba menghadang pintu mereka dengan sia-sia karena dengan mudahnya Androfutter-Androfutter merah menghancurkan pintu-pintu mereka. Akhirnya ia sampai di rumahnya, pintunya hancur seakan ditabrak oleh truk. Bercak darah berceceran di lantai, badannya bergetar.

 

Ia pun berjalan mengikuti jejak darah itu ke ruang tengah. Kakinya terasa berat, dia sampai di ambang pintu dan tertegun. Seekor monster berdiri di atas mayat yang sudah tercabik-cabik. Dia mengenal ikat rambut merah di rambut hitam panjang itu.

 

“Ma… ma…” kata Eric parau.

 

Kesedihan, kengerian, dan ketidakpercayaan bercampur aduk menjadi satu ketika dirinya tersadar ibunya sudah tewas dibunuh oleh monster itu. Sosok monster itu, furnitur, bahkan bercak di dinding putih ruangan itu, semuanya menjadi buram.

 

******

​

Sementara itu di tenggara kota yang sedang terbakar, Sid terkejut melihat kota yang kacau akibat banyaknya Androfutter yang berkeliaran. Ia pun berjalan setengah berlari mengitari kota itu, berharap semoga Dan, Jen, dan Judd baik-baik saja.

​

“Apa yang sebenarnya terjadi?” pikir Sid dalam pencariannya, “Dan, kamu di mana?”

​

Sampai secara tiba-tiba sesuatu yang mengerikan menarik perhatiannya. Mata Sid membelakak. Di hadapannya terpampang sebuah tangan kanan manusia yang sudah terpotong, dan yang lebih mengejutkan lagi untuk dirinya, sebuah jam tangan yang tidak asing baginya yang melingkari pergelangan tangan itu.

​

“Dan…?” gumam Sid, bibirnya bergetar.

​

******

chapter 6-2 (censored).png

© 2020 by Genoranger id

  • Grey Instagram Icon
  • Grey Facebook Icon
bottom of page