
ID
Chapter 2: Begegnung
“Hidup ini tidak adil, kawan. Terkadang seseorang dihukum karena kejahatan yang tidak mereka lakukan, yang lain dihargai karena pencapaian yang bukan milik mereka."
Eric dan Alvin tertegun menatap satu sama lainnya. Di belakang Alvin, Winnie dan Grace kebingungan. Ada apa di antara Eric dan Alvin, bagaimana mereka saling kenal? Tetapi Alvin lebih kebingungan, bagaimana bisa bocah yang dia selamatkan menjadi seorang Genoranger?
“Ada apa dengan Alvin?” bisik Winnie kepada Grace.
“Nampaknya dia terkejut dan marah karena Tyrannorot itu kenalannya,” balas Grace.
Eric pun gugup ketika dia melihat ekspresi Alvin yang kosong, tetapi penuh dengan emosi negatif. Rasa senangnya karena Glyptodon kalah dibenamkan oleh ketidaksenangannya terhadap Eric, yang Alvin salahkan karena membuka identitasnya sebagai seorang Genoranger di sekolah. Alvin maju ke arah Eric, tangannya terkepal. Sebelum Eric sadar, Alvin meninjunya dengan keras dia terjatuh di aspal.
Eric, Winnie, dan Grace terkejut. Grace dan Winnie, yang sudah lama mengenal Alvin, sulit percaya bahwa dia akan memukul seseorang tanpa sebab. Dia mungkin temperamental dan pemarah, tetapi dia tidak akan pernah memukul orang yang kelihatannya baik. Bagi Eric, dia tidak percaya orang yang sama yang menyelamatkannya, orang yang menginsiprasinya untuk mengambil DNA Key, akan menyerangnya tanpa alasan.
“Apa yang-”
“Sialan lu,” kata Alvin, “Gara-gara lu gua ga punya tempat lagi.”
Eric menjadi semakin bingung. Alvin, kehabisan kata-kata, berpaling dan pergi. Winnie dan Grace mengikutinya, meskipun mereka sama bingungnya dengan Eric. Winnie memandang Eric ketika dia mengikuti kedua temannya, dia menatapnya dengan iba. Eric duduk di tanah, mengusap pipinya saat dia menatap mereka pergi, mencoba memproses semuanya.
“Apa yang kulakukan sehingga pantas menerima ini?” dia bertanya-tanya.
Dia melihat Genophone miliknya, jam menunjukkan pukul dua belas lewat seperempat. Dia bangkit dan pergi kembali ke rumahnya. Matanya tertutup oleh kabut dan pikirannya sendiri. Bahkan lampu jalan dari kendaraan yang lewat dan obrolan orang-orang di sekelilingnya tidak bisa mengalihkan perhatiannya. Dia mengambil jalan pintas, sebuah gang sepi.
“Kenapa Kak Alvin memukulku?” batinnya, “Apakah salah bagiku untuk menjadi seorang Genoranger? Salahkah aku untuk menjadi seorang pahlawan?”
Pukulan Alvin memang sakit, tapi tidak lebih daripada itu. Dia mengusap pipi kirinya lagi.
“Apakah dia khawatir aku akan terbunuh? Apakah menjadi Genoranger adalah hal yang buruk?” batinnya sambil menendang sebuah kaleng ke arah tong sampah, teringat olehnya kata-kata ibunya tadi. “Apakah ini kekuatan yang aku inginkan?”
Dia tidak bisa tidur nyenyak setelah itu. Iapun akhirnya menghabiskan malamnya dengan mata terbuka dan pikiran yang gelisah, hanya berbaring di tempat tidur. Ketika jam alarm miliknya berbunyi di pagi hari, dia mematikannya dengan enggan dan membuka smartphone miliknya untuk membaca berita pagi. Berita utama rupanya tentang dirinya.
"Genoranger Merah Muncul! Gambar HD Pertama Genoranger!"
Baru saja menjelang tengah malam, juru kamera kami menyaksikan seorang anak muda berubah menjadi Genoranger merah di dekat pusat kota. Sayangnya, Christopher tidak dapat memotret anak itu sebelum dia berubah ...
Eric tersentak kaget, smartphone miliknya jatuh di wajahnya.
“Aduh,” semburnya, dia mengambilnya dan meng-scroll.
Ada berita lain tentang Genoranger berjudul “Komentar Walikota Natales Tentang Genoranger.”
“Genoranger telah lama menyebabkan gangguan di kota milik kita,” katanya, “Jika ada di antara kalian yang tahu identitas mereka, sebaiknya melapor ke polisi.”
“Sekarang aku tidak bisa memberitahu siapapun bahwa aku Genoranger merah tersebut. Jika mereka tahu, berakhir sudah,” gumam Eric.
Dia memandang mejanya, di mana Genophone dan DNA Key Tyrannosaurus miliknya duduk diam. Eric memikirkan keinginannya, kata-kata ibunya, reaksi Alvin, dan lelaki yang memberinya kedua benda itu. Dia berpikir lama dan keras, tidak sadar bahwa setengah jam telah berlalu.
“Eric! Sarapan!”
Suara ibunya memecah konsentrasinya, dia tergagap, “Aku datang!”
Tapi dia masih belum bisa menghilangkan pikirannya. Bahkan tostada (roti jagung panggang) udang favoritnya tidak bisa mengalihkan perhatiannya. Eric hanya memainkan udang miliknya, sesuatu yang ibunya sadar.
“Ada apa, Ric? Kamu tidak mau makan?” dia bertanya.
“Ah, gapapa,” Eric tergagap, “Aku baik-baik saja, ma. Baiklah, waktunya makan! “
Dia memaksakan tawanya dan makan dengan cepat. Ibunya tahu ada sesuatu yang salah, tetapi dia tidak ingin memaksa anaknya. Ibunya menghela nafas dan tersenyum.
“Aku pergi!” kata Eric sambil mengambil tasnya dan berlari ke sekolahnya.
Dia jelas terlambat, jam sudah menunjukkan tepat ketika pelajaran pertama dimulai. Dia berpikir lagi sambil berjalan, tapi setidaknya dia cukup pintar untuk meninggalkan Genophone dan DNA Key di rumah. Semua itu tersembunyi di antara majalah-majalah dewasa di dalam lemarinya yang terkunci, dia selalu membawa kuncinya.
Ketika Eric tiba di sekolah, seorang guru menyuruhnya menunggu saat dia mengisi laporan. Tanpa berpikir panjang iapun bertanya soal Alvin.
“Bapak, apakah bapak kenal seseorang bernama Alvin dari kelas tiga?” Eric bertanya.
“Alvin Arden dari IPA 12 2?” guru itu berkata, “Saya wali kelasnya.”
Eric mengangguk, “Apakah dia datang hari ini?”
“Sayangnya, dia tidak datang,” guru tersebut menjawab, dia lalu berkata, “Jarang sekali, loh. Kamu tahu tidak, kalau dia adalah sekretaris OSIS? Hari ini mereka ada rapat, dan dia selalu menghadiri rapat,” guru itu lalu bertanya. “Kamu punya sesuatu yang kamu tahu dari dia?”
“Ah, tidak, Pak,” kata Eric, berpaling dari guru tersebut.
Sementara itu, jauh dari satu-satunya sekolah di kota Natales, Alvin sedang bersandar pada dinding bangunan bobrok, mengenakan jaket bomber yang kebesaran, topi, dan merokok untuk pertama kalinya. Dia terbatuk, tidak bisa mengerti bagaimana orang-orang bisa menikmati hal ini. Dia mengambil rokok itu dan membuangnya. Dia memandang ke arah jalan seraya berharap tidak ada orang yang mengenalinya. Cepat atau lambat, identitasnya sebagai Genoranger akan diketahui oleh seluruh sekolah dan kemudian seluruh kota. Sebelum itu terjadi, ia perlu bersembunyi, atau mungkin kabur ke kota lain menggunakan kereta bawah tanah. Dia marah terhadap Eric, menyalahkannya atas apa yang dia sendiri lakukan. Pikirannya campur-aduk, dia berkeliaran di jalan tanpa tujuan.
“Alvin Arden?”
Alvin berbalik. Siapa yang tahu gw pake nih baju, pikirnya. Dia melihat tangan melambai dari gang. Awalnya Alvin ragu-ragu, tetapi dia memutuskan untuk memasuki gang tersebut. Ada seorang pria. Dia adalah guru biologi Alvin, Sir Owen.
“Sir Owen! Kenapa bapak-!”
Sir Owen menaruh jari telunjuknya di bibirnya, “Jangan di sini. Ikuti saya.”
Alvin bingung, tetapi dia mematuhi gurunya. Mereka tiba di sebuah rumah yang tidak jauh dari gang tersebut.
“Duduk, Alvin,” kata Sir Owen seraya dia menyalakan lampu. “Tunggu di sini, saya akan memanggil yang lain.”
Alvin mematuhinya. Tidak lama, Sir Owen kembali diikuti oleh Grace, Winnie, dan seorang pemuda jangkung yang mengenakan T-shirt ungu dibawah kemeja coklat muda yang terbuka.
“Ini pertama kalinya kita bertemu, kan, Alvin?” kata pemuda itu.
“Benar ...,” kata Alvin.
“Daniel Galilei. Kamu bisa memanggilku Dan,” katanya sambil menawarkan jabat tangan.
“Alvin Arden,” kata Alvin, tetapi dia tidak menerima jabat tangan itu. Dia kemudian berbalik ke Sir Owen. “Sir, mengapa bapak membawa kami semua ke sini? Apa yang bapak inginkan?”
Sir Owen kemudian mengambil sebuah amplop dan mengeluarkan isinya. Kumpulan foto, semuanya adalah foto Genoranger. Ada yang hitam, kuning, pink, dan bahkan merah yang baru muncul kemarin.
“Hitam,” Sir Owen menunjuk ke Alvin, “Kuning,” pada Grace. “Pink,” untuk Winnie. “Dan ungu,” akhirnya ke Dan.
Mereka semua terkejut, Winnie lalu berkata, “Sir, bagaimana Anda ...”
“Saya sudah meneliti Genoranger sejak lama.”
“Mengapa?” Alvin bertanya, dia merasa tidak nyaman.
“Biar aku jelaskan,” suara baru berbicara.
Semua orang beralih ke arah pembicara; seorang pria berkacamata dan jaket kerudung biru yang menjinjing sebuah laptop.
“Tapi sebelumnya, aku ingin-”
“Tunggu,” sela Alvin, kemudian dia menunjuk ke Dan. “Saya belum pernah ketemu nih orang, dan bapak bilang dia Genoranger ungu? Bagaimana Sir bisa tahu? Kami bahkan belum pernah mendengar Genoranger ungu sebelumnya!”
“Uhm, Alvin,” kata Winnie, “Dia anak marketing yang satu klub denganku di kampus.”
“Aku mendapatkan Genophone dan DNA Key Parasaurolophus beberapa hari yang lalu,” jawab Dan, menunjukkan DNA Key ungu miliknya.
“Namaku Petra Sthozen,” kata lelaki berkacamata itu, “Sir Owen menugaskanku untuk mengumpulkan informasi dari setiap orang yang dibebani dengan DNA Keys untuk membentuk tim Genoranger. Aku menerbangkan beberapa drone di Natales yang dapat mendeteksi energi yang muncul secara mendadak, sesuatu yang terjadi ketika seseorang berubah menjadi Genoranger. Itulah bagaimana aku bisa menemukan Dan.”
Selagi Petra menjelaskan, Dan kemudian menatap Winnie dan bertanya dengan nada menggoda, “Serius amat, sih? Kamu perhatiin penjelasannya apa yang jelasin?”
Winnie menatapnya dengan wajah memerah, “Kamu bertanya terlalu jelas ah, aku tidak bisa menjawabnya.”
Alvin tidak suka ide untuk membentuk sebuah tim selain dengan dirinya, Grace, dan Winnie, tetapi dia akan mengeluh nanti.
“Saya ingin menyatukan semua Genoranger sehingga kalian tidak hanya dapat melawan Androsaur-Androsaur dengan lebih baik, tetapi juga untuk menekan stigma negatif yang dimiliki masyarakat terhadap kalian,” kata Sir Owen yang bersandar di sofa. “Apakah kalian tahu bahwa banyak orang gelisah dengan situasi Natales? Pemerintah tidak pernah memberi tahu kita lebih dari sekadar pernyataan retoris. Dari mana monster-monster Androsaur ini berasal? Apa yang disembunyikan pemerintah dari kita? Saya penasaran seperti orang-orang itu, dan saya berharap kita sebagai tim dapat menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini.”
Semakin banyak orang yang kita miliki, semakin baik,” kata Petra.
Grace menyilangkan tangannya ketika dia bersandar di sofa, “Apakah kalian yakin semua orang akan datang dengan sukarela? Aku di sini karena Sir Owen memintaku, loh. Gak yakin orang lain akan menerima undangan tanpa motivasi tertentu.”
“Kamu benar, Grace,” kata Sir Owen setelah menyeruput tehnya, “Namun, kemarin kalian bertiga bertempur dengan Androsaur, uhm ...”
“Glyptodon, Sir,” kata Petra.
“Ah ya. Kalian melawan Glyptodon dan ada Genoranger merah yang membantu kalian, kan? Bahkan jika orang lain mungkin tidak mau melakukannya, aku yakin si merah akan menerima tawaran kita. Karena itu, tugas pertama kita adalah menemukan Genoranger merah ini. Menilai penampilannya, dia adalah siswa tahun pertama atau kedua di sekolah menengah atas. Kalian sebaiknya pergi sebelum sekolah tutup.”
Dan, Grace, dan Winnie kemudian pergi, tetapi Alvin tetap tinggal, tampak sedih.
“Alvin, ada apa? Kamu tidak ikut dengan mereka?” Sir Owen bertanya sambil bangun dari sofa.
“Ga usah,” jawab Alvin dengan panas, “Lebih bagus kalo tuh bocah ga ketemu. Ngomong-ngomong, Sir, bagaimana bapak tau siapa saya tadi?”
“Saya mengenal celana dan jaketmu. Kamu memakainya ketika kita pergi outing empat bulan lalu, “Sir Owen menjawab, dia lalu duduk di samping Alvin dan berkata. “Alvin, saya melihat apa yang terjadi di tempat parkir kemarin. Menilai dari permusuhanmu terhadap orang yang kita minati, dan apa yang dikatakan Winnie dan Grace kepadaku, maka si merah pasti adalah …”
Alvin kaget, dia kemudian berdiri, “Ya, bapak benar! Bocah itu si merah! Berkat dia, saya tidak bisa tinggal di kota ini lagi, apalagi pergi ke sekolah!”
“Jadi, kamu khawatir tentang itu?”
“Tentu saja! Bapak tidak baca berita tadi pagi!? Saya gak punya tempat lain untuk pergi gara-gara dia!”
“Kamu tidak perlu khawatir tentang itu lagi, Alvin. Aku dan Petra sudah mengurusnya.”
“Aku telah meretas database keamanan sekolah dan menghapus semua rekaman CCTV kemarin,” kata Petra, “Tanpa bukti kuat bahwa kau adalah Triceraschwarz, Genoranger hitam, yang anak-anak nakal itu miliki hanyalah kata-kata mereka. Selama kamu tidak membawa DNA Key dan Genophone milikmu ke sekolah, kamu tidak perlu khawatir meskipun mereka melapor.”
“Tapi tetap saja, tuh bocah-!”
“Alvin, cukup,” Sir Owen berkata dengan tegas, “Kamu tidak bisa selamanya menyalahkan orang lain atas tindakan gegabahmu. Dia adalah Genoranger, seperti kamu, Winnie, Grace, Dan.”
Alvin diam, tetapi di dalam dirinya dia masih kesal.
“Alvin, dengarkan saya,” kata Sir Owen yang meletakkan tangannya di bahu Alvin. “Sebuah tim membutuhkan seorang pemimpin, dan saya melihatmu kandidat yang sempurna untuk itu. Seorang pemimpin harus menempatkan kepercayaannya kepada rekan-rekannya, seperti rekan-rekannya mempercayai mereka. Saya harap kamu bisa melepaskan kemarahanmu yang salah sasaran itu.”
“Saya, pemimpin Genoranger?” Alvin bertanya, benar-benar terperangah.
“Iya. Sekarang pergi, kejar mereka!” Sir Owen menjawab.
Sementara itu si merah Eric telah pulang ke rumahnya. Dia sangat terganggu dengan apa yang terjadi sehingga dia berpura-pura sakit dan meminta izin untuk pulang lebih awal.
“Eric, kamu sudah pulang?” ibunya bertanya.
“Ya bu, aku agak pusing,” Eric berbohong.
“Kalau begitu, minumlah obat dan tidur.”
Eric mengangguk, dia kemudian pergi ke kamarnya, mengunci pintu dan melihat di mana dia meletakkan DNA Key dan Genophonenya. Sialan, mengapa aku mengambil barang-barang itu, pikirnya dalam hati. Dia kemudian mencoba mengabaikan kedua benda itu dengan mengerjakan pekerjaan rumahnya, tetapi rasa bersalah dan keraguan yang dia rasakan masih mengganggu pikirannya. Pertanyaan-pertanyaan kimia yang biasanya cepat dia jawab sekarang terasa sama sulitnya dengan pertanyaan tingkat Olimpiade. Bahkan setelah tiga puluh menit, satu pertanyaan pun belum dijawab.
Ketika Eric mengerjakan PR-nya, Elasmotherium Androsaur dan banyak Androsaur yang lebih lemah muncul di dekat pusat kota pada jam sibuk. Gemuruh langkah kaki meletus ketika warga berlari panik, meninggalkan kendaraan mereka untuk pergi sejauh mungkin dari para Androsaur-Androsaur. Dan, yang lewat, memanggil Petra.
“Petra, panggil semua orang ke pusat kota! Androsaur menyerang!” dia berkata.
“Baiklah,” kata Petra, dia kemudian menghubungi Winnie, Grace, dan Alvin. “Semuanya, Androsaur menyerang pusat kota!”
“Kita sedang pergi ke sana!” Grace berkata.
“Setiap Genophone dapat mendeteksi keberadaan Androsaur dengan sendirinya!” Winnie menjawab.
“Lu musti belajar lagi, mata empat,” kata Alvin.
Setelah beberapa menit, mereka berempat telah berkumpul.
“Pertama kali nih aku melawan mereka, mohon kerjasamanya ya,” kata Dan sambil menekan DNA Key miliknya.
“PARALILA.”
“Jangan alangin gw aja,” gerutu Alvin.
“TRICERASCHWARZ.”
“VELOCIGELB.”
“PLESIOROSA.”
Mereka berubah secara serentak. Triceraschwarz, Velocigelb, dan Plesiorosa berdiri melawan gerombolan Androsaur-Androsaur yang dipimpin oleh Elasmotherium. Di samping Alvin adalah Genoranger ungu dengan karakteristik Parasaurolophus, Daniel Galilei sebagai Paralila.
“Mari kita coba formasi ini, teman-teman,” kata Petra di telepon mereka, “Aku sudah menjalankan data tempur kalian dalam simulasi dan menentukan peran yang cocok untuk kalian semua.”
“Ok deh, kita liat kalo elu secerdas omongan lu, mata empat,” kata Alvin, “Ayo!”
“OK!” mereka semua menjawab.
Alvin berlari maju dan memukul perisainya ke Androsaur terdekat, memposisikan dirinya di tengah-tengah pasukan Androsaurs. Dan ada di belakangya, mengacungkan kapaknya Parasha dan menyerang tiga Androsaur sekaligus.
Androsaur-Androsaur itu meraung dan mengerang ketika mereka pergi untuk menyerang Triceraschwarz dan Paralila. Grace dengan kecepatan luar biasa melaju seperti petir kuning dan putih, banyak Androsaur jatuh ketika mereka bertabrakan dengannya.
Sebuah cahaya melewati sisi kiri Alvin dan meninggalkan lubang menganga di kepala sebuah Androsaur. Winnie menembak dengan senapannya dari tempat yang lebih tinggi.
“Napas pelan, Winnie. Napas pelan,” dia bergumam pada dirinya sendiri.
Dia menembak lagi, dan tembakannya sekali lagi mendarat di kepala Androsaur.
Di atas mereka tiga drone milik Petra terbang, dikendalikan dengan komputer, mengkalkulasi pertempuran dan memberikan feedback kepada Petra. Dia akan menggunakannya untuk menganalisa situasi secara langsung dan mengumpulkan data untuk simulasi lain.
Dengan sedikit Androsaur yang tersisa, Alvin sekarang berlari ke arah Elasmotherium. Tinju Elasmotherium menghantam Tridwen perisai Alvin, lagi, dan lagi, dan lagi, setiap pukulan yang dihadang oleh perisainya mengirimkan gelombang kejut. Alvin berdiri dengan kokoh.
“Dan, bantu dia!” Kata Petra dari Genophone.
“Woi, gw pemimpinnya!” Alvin menggerutu, meskipun dia setuju dengan perintah itu.
Alvin memukul-mukul perisainya dengan lemah, mengejek Elasmotherium sehingga monster itu tetap fokus pada dirinya. Di belakangnya, menghindari semua Androsaur, adalah Dan. Dia melewati tiga, empat, lima Androsaur dan melompat, memutar Parasha dan dengan kekuatan besar menghantam punggung Elasmotherium. Monster itu mengerang kesakitan, terhuyung mundur dan Alvin sekarang berlari maju, berlari dengan Tridwen terangkat dan menghantam tanduk Elasmotherium, mematahkannya menjadi dua.
Di belakang mereka semua, tidak diketahui siapa pun di sana, pria muda berbaju merah yang memberi Eric DNA Key Tyrannosaurus melihat dengan tertarik, tersenyum dan kemudian menghilang dalam sekejap mata.
Sementara itu di kamarnya Eric akhirnya berhasil menyelesaikan pertanyaan pertama dari PR-nya. Ketika dia akan menjawab pertanyaan kedua, smartphone miliknya bergetar. Dia melihatnya, dia menerima SMS dari nomor yang tidak dikenal.
“Pergilah ke pusat kota, bawa DNA Key dan Genophone-mu, Hapuskan rasa galaumu. Jangan biarkan keraguanmu menggerogotimu.”
Alis Eric berkerut. Siapa pengirim pesan ini, dan bagaimana orang itu tahu apa yang ada di pikirannya? Eric mengabaikan SMS seperti dia mengabaikan bunyi Genophone-nya pada awalnya, tetapi setelah menjawab pertanyaan ketiga, rasa penasarannya membengkak. Dan akhirnya, setelah pertanyaan keempat, ia membuka kunci pintunya dan pergi untuk melihat sendiri tanpa membawa DNA Key atau Genophone-nya.
“Ric?” ibunya memanggil, “Sakit kepala kamu sudah sembuh?”
“Oh, iya, sudah ma.”
“Kamu mau kemana?”
“Oh, itu... Uhm, aku punya PR dan aku ingin pergi ke rumah teman untuk mengerjakannya bersama.”
“Oh, gitu,” ibunya kemudian sedikit memiringkan kepalanya, “Tapi tasmu mana? Kamu tak ingin membawa apa pun?”
Eric lalu setengah tersenyum dan menggaruk kepalanya, “Oh ya, aku lupa ... Hehehe, aku akan mengambilnya sekarang, makasih ma.”
Dia kembali ke kamarnya, mengambil PRnya dan memasukkannya ke dalam tasnya. Dia melihat kabinet tempat dia menyimpan DNA Key dan Genophonenya. Dia kemudian menggelengkan kepalanya dan pergi.
“Hati-hati!” teriak ibunya dari dapur.
“Saya berangkat sekarang!”
“Beneran deh,” ibu Eric merenung, “Ada apa dengan anak itu belakangan ini?”
Eric baru saja akan berbelok ke kiri ketika seorang pria memanggilnya, “Hallo.”
Eric berbalik dan melihat pemuda yang memberinya DNA Key, “Apa yang kamu lakukan di sini!?”
Pria muda itu tersenyum misterius, senyum yang sama seperti sebelumnya, “Maafkan aku, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Anka. Apakah kamu membaca SMS dariku?”
“Kak Anka, apa yang kakak inginkan? Aku ada PR nih!”
“Ayolah. Kamu bahkan tidak dapat menyelesaikannya karena kamu masih merasa kesal ditolak oleh Alvin, dan karena kamu pikir ada sesuatu yang salah dengan menjadi Tyrannorot.”
Eric tertegun, tidak bisa berkata apapun. Bagaimana Anka tahu tentang itu?
Anka meletakkan tangannya di pundak Eric, “Hidup ini tidak adil, kawan. Terkadang seseorang dihukum karena kejahatan yang tidak mereka lakukan, yang lain dihargai karena pencapaian yang bukan milik mereka. Terkadang memang seperti itu. Tetapi kamu seharusnya tidak membiarkan penilaian orang lain menghancurkanmu, kamu seharusnya tidak membiarkan mereka membuatmu merasa bersalah atas siapa kamu. Kamu harus berkembang, kamu harus berevolusi menjadi sesuatu yang lebih baik, seperti apa yang kamu inginkan. “
“Apa maksudmu?” Eric bertanya.
“Maksudku, kamu harus jujur pada dirimu sendiri.”
Anka meletakkan sesuatu di tangan Eric. Mata Eric melebar, Anka meletakkan DNA Key miliknya dan sebuah Genophone!
Eric memandang DNA Key-nya, kata-kata Anka mulai masuk akal dalam benaknya, dan kemudian memandang Anka “Sebenarnya, kamu itu siapa?”
“Itu harus menunggu,” kata Anka sambil pergi, “Pergi dan menanglah, darah muda.”
“Tunggu!” Eric berteriak, tetapi Anka menghilang dari pandangannya.
Eric memikirkan kata-kata Anka. Dia kemudian mengangguk, menguatkan dirinya dan pergi ke pusat kota. Ketika dia tiba, dia memandang Alvin dan kawan-kawannya, dengan Genoranger ungu baru yang belum pernah dia lihat sebelumnya, mereka masih melawan Elasmotherium.
“Jujurlah pada diriku sendiri, ya?” Eric berkata, “Kalau begitu, aku ingin menjadi pahlawan!”
“TYRANNOROT.”
“Genochange!”
Eric berubah menjadi Tyrannorot dan kemudian memanggil pedangnya, Rexcalibur, dan berlari untuk menghabisi Androsaur-Androsaur yang lebih lemah. Dalam keraguannya, dia lupa betapa kuatnya dia, seberapa tubuhnya merasa sehat ketika dia berubah. Dia hanya berharap dia tidak akan kecanduan terhadap kekuatan ini. Eric melompat, kemudian dia memotong enam Androsaur sekaligus di depan Winnie.
“Halo,” kata Eric, sebelum melesat pergi.
“Teman-teman! Dia disini! Si merah ada di sini!” Winnie berteriak.
“Itu dia,” kata Grace, menatap Eric yang memotong jalannya, pedangnya bermandikan darah merah Androsaur.
“Jadi, itu Genoranger merah?” Dan merenung.
“Yoi,” kata Alvin.
“Berarti dia benar-benar ada di pihak kita, seperti yang dikatakan Sir Owen!” Kata Winnie dengan gembira.
Alvin kemudian berteriak, sedikit marah, tetapi tanpa ketidakramahan yang sama seperti sebelumnya, “Woi, lu ngapain di sini!?”
“Melawan monster-monster, Kak Alvin.”
Elasmotherium melolong, menyerang Alvin dengan kekuatan yang lebih besar dan Alvin didorong mundur. Dan bergerak untuk membantu, menyerang dengan kapaknya lagi, tetapi Elasmotherium menangkis serangan itu dengan tangannya dan membalasnya. Dan terpaksa bertahan.
“Merah, bantuin dong!” Kata Dan.
“Nih anak ... Gw pemimpinnya woi,” Alvin bergumam, lalu berpaling kepada Eric. “Gw bantu, ayo!”
Eric mengangguk, dia kemudian menyerang Elasmotherium dengan Dan serta Alvin. Elasmotherium meninju Eric, tetapi Alvin menangkis serangan itu dan Eric dengan satu tebasan memotong tangan Elasmotherium. Monster itu mengerang saat darah memuncrat dari lukanya, dan Eric menghabisi monster itu dengan serangan lain, membelah tubuhnya menjadi dua.
“Wah, kamu beneran kuat, ya?” Dan memuji Eric.
“Yah, terima kasih untuk kalian semua,” jawab Eric, Grace dan Winnie mengangguk.
“Awas! Mereka semua menjadi raksasa!” Alvin berteriak.
“Oh iya, aku masih ingat semalammmm!” Eric tergagap saat dia melarikan diri.
Elasmotherium kemudian tumbuh menjadi raksasa bersama dengan banyak Androsaur yang lebih lemah, setiap langkah mereka mengguncang bumi di mana mereka berpijak.
“Semua, panggil Stahlsaurer kalian sekarang!” Alvin memerintahkan sebelum orang lain bisa menyarankannya.
“Oke!” kata semuanya.
Mereka memanggil Stahlsaurer mereka. Itu mengingatkan Eric kejadian semalam, tetapi sekarang ada Stahlsaurer Parasaurolophus, yang dimiliki oleh Dan. Eric, di dalam kokpitnya, dipenuhi dengan kegembiraan.
“Ada lima dari kita sekarang! Senang sekali!” kata Eric.
“Woi, bocah, fokus!” perintah Alvin.
“Baiklah, ayo kita maju!” kata Dan.
Eric, Dan, dan Alvin menghajar Elasmotherium raksasa bersama-sama, sementara Winnie dan Grace membunuh Androsaur-Androsaur yang lebih lemah. Stahlsaurer Plesiosaurus menghujani musuh dengan tembakan plasmanya dari udara, dan Stahlsaurer Velociraptor bergerak dengan kecepatan luar biasa, cakarnya mencabik-cabik tubuh musuh yang tak bisa mengikuti kecepatannya.
Tyrannosaurus, dikendalikan oleh Eric menggigit tanduk Elasmotherium, yang diapit oleh Parasaurolophus dan Triceratops.
Tetapi Elasmotherium dengan kekuatannya yang luar biasa menghantam mulut Tyrannosaurus dengan tanduknya, mengangkat Tyrannosaurus dan dengannya menghantam Triceratops dan Parasaurolophus.
Monster itu kemudian melempar Tyrannosaurus. Tyrannosaurus menghantam bangunan terdekat, sebagian bangunan itu ludes.
Dan adalah orang pertama yang bangun, dia mendekati Eric.
“Merah, kamu gapapa?” tanya Dan.
“Sedikit sakit, tapi aku baik-baik saja,” jawab Eric.
Dan melihat rahang Tyrannosaurus berdarah dengan deras dari tusukan tanduk Elasmotherium. Dia bertanya-tanya bagaimana robot bisa berdarah.
Dan kemudian mempertanyakan dirinya sendiri; Sebenarnya, apa yang kita kendalikan saat ini?
“Dan, bantuin gw!” Alvin memohon dengan nada memerintah dari kokpitnya.
Dan berbalik untuk melihat Elasmotherium mengangkat Triceratops, dia kemudian memerintahkan Parasaurolophus untuk bergegas membantu Alvin.
Elasmotherium melihat Parasaurolophus menuju ke arahnya. Dia pun melemparkan Triceratops ke arah Parasaurolophus. Kedua Stahlsaurer itu bertubrukan, suara baja penyok dan patah terdengar keras, seakan-akan sebuah pesawat jatuh ke tanah. Keduanya terbaring lemah, Alvin berserta Dan merasa bahwa kekuatan robot-robot mereka berkurang.
Eric melihatnya dari kokpitnya, Tyrannosaurus bangkit dan dia kemudian menatap Winnie dan Grace, keduanya melawan banyak Androsaur. Ketakutan mencengkeram hati Eric; Apakah ini adalah akhirnya?
Tiba-tiba monitor hologramnya menyala dan wajah Anka muncul.
“Halo,” kata Anka.
“Kak Anka!?” Eric berteriak, “Kakak bisa menghubungi saya dari sini juga?”
Anka tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya dia berkata, “Stahlsaurer kamu tidak seperti Stahlsaurer biasa. Bahkan, itu yang termuda, terbaru dari jenisnya. Tyrannosaurus Rex dapat berubah menjadi mode robot tersendiri bernama Saurierjaeger. Cobalah sekarang!”
Anka mengakhiri transmisi dan di layar sekarang tertulis “Jaeger Modus”.
“Astaga, orang itu, ada apa sih dengan dia!?” Kata Eric sambil menekan tulisan itu.
Tyrannosaurus berdiri, tubuhnya melipat dan membentang di banyak tempat. Dua tangan muncul dan kepalanya menjadi dada. Sebuah kepala muncul, ekornya menjadi kaki dan ujungnya menjadi Rexcalibur raksasa, dan berdiri dengan bangga di medan perang sebagai seorang prajurit berzirah merah, Saurierjaeger yang legendaris!
“Keren!” Winnie berteriak.
“Ini pertama kalinya aku melihat Stahlsaurer seperti itu!” Grace berkata.
“Oh, wow, iya,” kata Alvin, “Tapi fokus dong, teman-teman!”
Dan Alvin membangkitkan robotnya dan memerintahkannya berlari ke arah Elasmotherium. Elasmotherium menangkap tanduk Triceratops, mereka mengunci satu sama lain. Saurierjaeger berlari, menebaskan pedang raksasanya dan memotong satu lengan Elasmotherium.
“Dan, bantuin Winnie ama Grace!” Triceratops berlari lagi, Elasmotherium terhuyung melawan kekuatan besar kekuatan serudukan Triceratops.
Saurierjaeger kemudian menebas dua kali. Kiri, kiri, kanan, dan kiri lagi. Elasmotherium bertahan dengan lengan yang tersisa. Saurierjaeger dengan tangan kosongnya meninju Elasmotherium.
Lalu dengan kedua tangannya menangkap Elasmotherium, mengangkatnya, dan melemparnya ke gerombolan Androsaur. Dan, Winnie, dan Grace memfokuskan serangan mereka, semuanya mati tetapi Elasmotherium masih hidup.
Saurierjaeger kemudian melakukan serangan penghabisan, menebas Elasmotherium menjadi dua bagian.
Androsaur-Androsaur yang tersisa mencoba untuk kabur, tetapi Triceratops memblokir rute mereka. Dan dan Grace menghabisi mereka untuk selamanya.
Stahlsaurer-Stahlsaurer kemudian berubah kembali menjadi DNA Key. Eric berdiri di puing-puing pusat kota dan mayat-mayat Androsaur. Alvin, diikuti oleh Dan, Winnie, dan Grace mendekatinya.
“Woi, bocah bau kencur,” kata Alvin, “Kita punya urusan yang belom kelar."
​
Sementara itu di sisi lain kota, Anka baru saja meninggalkan seorang pria dengan setelan kerja di depan stasiun kereta bawah tanah. DNA Key oranye di telapak tangannya berkelip, memantulkan sinar dari surya yang tenggelam.
​
​
​